Aplikasi Teknologi Tepat Guna dan Spesifik Lokasi dalam Menunjang Ketahanan Pangan

Cetak

Oleh:

Dody Kastono

Laboratorium Manajemen Produksi Tanaman

Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta

 

Teknis Budidaya Penanaman Kedelai di Lahan Sawah dan Lahan Kering

  1. Pola Tanam

            Produktivitas kedelai di lahan sawah masih sangat beragam antara 0,5-2,5 ton/ha atau rata-rata 1,2 ton/ha. Masa penanaman kedelai di lahan sawah dapat dilakukan pada musim kemarau pertama (MK I) atau akhir musim kemarau (MK II). Berdasarkan ketersediaan airnya, lahan sawah untuk budidaya kedelai dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu sawah tadah hujan, sawah beririgasi semiteknis, dan sawah beririgasi teknis. Adanya perbedaan ketersediaan air ini, maka perlu dipertimbangkan pemilihan pola tanamnya.

            Sawah tadah hujan dapat menerapkan pola tanam sebagai berikut: (a) padi – kedelai – bera, (b) padi – kedelai – palawija lain, (c) kedelai – padi – palawija lain, dan (d) gogo rancah – padi sawah (walik jerami) – kedelai. Di dalam menentukan pola tanam yang tepat perlu dipertimbangkan distribusi curah hujannya, apabila curah hujan tinggi pada awal musim hujan maka pola (a dan b) merupakan pilihan yang tepat. Pola tanam sawah beririgasi semi teknis adalah: (a) padi – kedelai – palawija lain, dan (b) padi – kedelai – kedelai. Sedangkan untuk sawah beririgasi teknis, di mana pembagian air untuk sawah, misalnya di sekitar bendungan seperti Jatiluhur, Gajah Mungkur, dan Karangkates lamanya antara 9-11 bulan memberikan alternatif pola tanam kedelai sebagai berikut: (a) padi – padi – kedelai, ini sesuai untuk sawah yang airnya tersedia antara 10,5-11 bulan, dan (b) padi – kedelai – kedelai, ini sesuai untuk sawah yang airnya tersedia antara 9-9,5 bulan.

  1. Waktu Tanam dan Penyiapan Lahan

            Produksi kedelai dapat menurun bila penanamannya mundur lebih dari 7 hari setelah panen padi. Kelembaban optimum yang dibutuhkan kedelai di saat tanam antara 50-60 %, kondisi ini tercapai pada 4-6 hari setelah panen padi. Penanaman kedelai yang terlambat akan berdampak pada keterlambatan penanaman kedelai atau padi selanjutnya serta konsekuensi timbulnya hama penyakit lebih besar.

            Penanaman kedelai di lahan sawah dilakukan segera setelah padi dipanen, yaitu dengan memotong batang padi sampai pangkal guna mencegah pertumbuhan tunas padi baru. Hal ini dilakukan untuk mencegah dan mengurangi kompetisi antara kedelai dan padi, dan juga memudahkan melakukan penanaman dan pengendalian gulma serta pendangiran tanah. Potongan jerami digunakan sebagai mulsa.

            Keberadaan gulma di lahan sawah MK I biasanya tidak terlalu banyak sehingga cukup dibersihkan, namun jika penanamannya pada MK II kemungkinan gulma tumbuh sangat banyak sehingga perlu dibersihkan dengan pengolahan tanah minimum cukup dengan sekali pencangkulan.

            Penanaman kedelai pada MK I biasanya masih sering dijumpai banyak hujan dan air dari saluran irigasi masih melimpah sehingga lahan tergenang air, hal ini menimbulkan pengaruh buruk bagi kedelai karena benih banyak yang busuk dan tidak mau tumbuh. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu dibuat saluran drainasi. Berdasarkan penelitian, saluran air dengan ukuran 25-30 cm kedalaman 30 cm serta jarak antarsaluran 3-4 m dapat memberikan produksi tertinggi dibandingkan ukuran lainnya. Hasil penelitian lain di Jawa Timur menunjukkan bahwa dengan menggunakan saluran air produksi kedelai meningkat 2,5 kali lipat (2,62 ton/ha) dibandingkan tanpa menggunakan saluran air (1,1 ton/ha). Selain sebagai penampung air, fungsi lain drainasi adalah sebagai saluran pengairan pada saat tanam MK II.

            Pengolahan tanah untuk budidaya kedelai setelah padi biasanya tidak dilakukan (zero tillage), dari hasil penelitian tidak ada perbedaan produki antara penanaman kedelai dengan tanah diolah dahulu dengan tanpa olah tanah, demikian juga untuk MK II pada tanah ringan tidak diperlukan pengolahan, tanah cukup dibersihkan sebelum penanaman.

            Keberadaan gulma yang cukup banyak dapat menjadi pertimbangan untuk dilakukan pengolahan tanah. Akan tetapi dari hasil penelitian di Sukamandi antara tanah yang diolah sempurna (full tillage), tanah dicangkul satu kali (minimum tillage), tanah pada baris tanaman selebar cangkul diolah sempurna, dan tanah pada barisan tanaman dicangkul satu kali ternyata tidak memberikan perbedaan produksi yang nyata. Untuk itu dapat dipilih pengolahan tanah sekali mencangkul pada barisan tanaman selebar cangkul, dengan pencangkulan sedalam 5-10 cm atau dengan menggunakan herbisida. Pengendalian gulma dilakukan pada umur 2-3 minggu.

  1. Populasi dan Jarak Tanam

            Populasi tanaman yang tepat akan menentukan tingkat produksi kedelai yang akan dicapai. Populasi anjuran untuk kedelai adalah 500.000 tanaman/ha, sehingga mempunyai banyak alternatif jarak tanam yang dapat dipilih tergantung kesuburan tanah dan sistem penanaman padi sebelumnya. Jarak tanam untuk lahan bekas padi tabela (tanam benih langsung) 37,5 cm x 10 cm, lahan bekas padi tapin (tanam pindah) 40 cm x 10-15 cm, 20 cm x 20 cm, atau 25 cm x 25 cm, dan legowo 40 cm x 20 cm x 10 cm. Berdasarkan besarnya populasi, beberapa alternatif jarak tanam yang dianjurkan adalah sebagai berikut:

Khusus untuk tanaman kedelai hitam, Tim Pembina Teknis UGM mendasarkan pada berbagai hasil penelitian dan pengalaman petani di lapangan, memberikan rekomendasi untuk penanaman secara jejer wayang dengan jarak tanam 40 cm x 10-15 cm telah terbukti mampu menghasilkan produksi dan produktivitas kedelai hitam yang terbaik.

Penanaman kedelai di lahan sawah setelah padi dapat dilakukan melalui tiga cara berikut (sesuai keadaan lahan dan kebiasaan petani), yaitu:

Sekitar 4-7 hari setelah tanam akan tampak benih-benih yang tidak tumbuh, sehingga perlu segera dilakukan penyulaman. Cara tanam kedelai dengan tanpa olah tanah (TOT) dan ditugal adalah yang lebih dianjurkan dan sudah terbukti mampu memberikan hasil produksi yang lebih baik.

  1. Pemupukan

            Lahan sawah bekas padi sebenarnya cukup mengandung pupuk sehingga tidak membutuhkan banyak pupuk. Secara umum dosis pupuk yang dianjurkan adalah 50-100 kg urea/ha, 75-150 kg TSP/ha, dan 50-100 kg KCl/ha. Berdasarkan jenis tanah dan sistem penanaman padi sebelumnya jumlah pupuk yang dianjurkan adalah:

Pemberian pupuk perlu memperhatikan jumlah, cara, dan waktu pemberian. Ada beberapa alternatif seperti berikut:

Aplikasi pemupukan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: ditempatkan dalam lubang atau larikan sedalam 5-7 cm di kanan kiri tanaman dengan jarak 5-7 cm dari lubang tanam atau tanaman, pupuk ditutup dengan tanah; disiramkan dengan perbandingan 0,1-0,25 kg pupuk dalam 10 liter air, dan pupuk disebar merata sebelum tanam. Pemberian ZPT maupun PPC dilakukan dengan 3 kali penyemprotan, yaitu saat umur 2 minggu, awal pembungaan, dan awal pengisian polong, atau dilakukan dua kali, yaitu saat umur 15-25 hst (fase vegetatif) dan 35-75 hst (fase generatif).

Di samping upaya pemupukan dengan pupuk anorganik, sejak awal budidaya kedelai dapat dilakukan aplikasi pupuk organik (4 ton/ha setiap musim tanam) maupun pupuk hayati seperti Legume Inoculum (Legin) yang mampu memasok unsur N dan mikoriza yang mampu memasok unsur P bagi tanaman.

  1. Pengairan

            Kedelai tidak tahan kekeringan, tetapi juga tidak membutuhkan banyak air. Saat tanam, berbunga, pembentukan polong, dan pengisian biji diusahakan kebutuhan airnya tercukupi. Tanaman yang kekurangan air di fase pertumbuhan vegetatif akan mengalami kekerdilan, sementara kekurangan air di fase generatif berdampak pada penurunan hasil. Pada saat masuk pemasakan polong tanah harus kering dan cukup sinar matahari. Untuk penanaman kedelai MK I biasanya tidak memerlukan pengairan khusus, namun pada MK II perlu pengairan 3-4 kali, yaitu umur 10-14, 35, dan 55 hst atau 10-14, 35, 45, dan 55 hst.

            Apabila petani mau menerapkan paket teknologi dengan tepat maka produksi kedelai sebesar > 2 ton/ha akan dapat dicapai. Paling tidak ada kiat yang dilakukan untuk mencapai hasil tersebut, antara lain:

  1. Menggunakan benih bermutu dari varietas unggul, murni, daya tumbuh > 90 %, yaitu diwujudkan dalam bentuk benih bersertifikat.
  2. Memberikan pupuk urea 50 kg/ha, SP36 dan KCl dengan dosis masing-masing 75 kg/ha.
  3. Menanam benih dengan jarak tanam teratur sesuai kondisi setempat, terutama secara jejer wayang dengan jarak tanam 40 cm x 10-15 cm.
  4. Secepat mungkin dilakukan penanaman setelah padi dipanen (< 7 hari) dan dilakukan serempak dalam satu hamparan, pemulsaan dengan jerami, dan pemberian pupuk organik.
  5. Pemberian air terutama dilakukan pada saat awal pertumbuhan (2-3 mst), berbunga (6-7 mst), pembentukan polong (8-9 mst), dan pengisian biji (10-12 mst).
  6. Pengendalian hama secara terpadu, terutama dilakukan upaya antisipasi secara preventif (pencegahan).

Selamat mencoba dan semoga berhasil baik.