Tentang Kedelai

Teknologi Pengolahan Kedelai

Cetak
Twitter
DeliciousSave this

 

Oleh : Prof. Mary  Astuti, FTP UGM

Teknologi pengolahan kedelai padadasarnya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu teknologi fermentasi dan teknologi non ermentasi. Teknologi fermentasi pada proses pengolahannya menggunakan mikroorganisme sedangkan teknoogi non fermentasi tanpa melibatkan mikroorganisme. Produk olahan kedelai yang diproses secara fermentasi adalah kecap yang menggunakan mikrobia jenis jamur strain aspergillus yaitu Aspergillus oryzae, Apergillus soaje sedang tempe juga merupakan salah satu produk olahan kedelai yang diproses secara fermentasi menggunak jamur strain Rhizopus yaitu Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryae, Rhizopus stolonier.

Untuk pengolahan kecap secara tradisioal menggnakan bahan baku kedelai hitam meskipun dalam perkembangan industri kecap modern yang betkiblat ke Teknologi Jepang, ada yang menggunakan kedelai kuning. Untuk pengolahan tempe awalnya menggunakan kedelai hitam karena jumlahnya cukup melimpah dan sekarang lebih didominasi oleh kedelai kuning. Ada berbagai variasi pengolahan tempe tetapi tanpa jamur maka tempe tidak akan jadi, Kedelai yangawalnya berwarna kuning akan tertutup oleh miseliajamur yang berwarna putih dan menjadikan biji kedelai menjadi kompak, nilai giznyanaik, maka tempe mempunyai rasayang lebih enak, lebih bergizidaripada kedelai. Tempe merupakan rpoduk asli Indonesia karya nenek moyang sehingga keberadaan tempe perlu dilestarikan.

Pengolahan kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe dari jaman nenek moyang terus menerus dikembangkan. Pengolahan umumnya dilakukan secara konvensional menggunakan tenaga manusia. Namun kini pengembangan tempe sebagai warisan budaya dapat diindustrialisasi menggunakan teknologi-teknologi modern sehingga hasil yang diperoleh higienis, memiliki kapasitas besar dan biaya produksi yang lebih rendah. Dari 1 kg kedelai dapat menghasilkan 1.5 kg tempe. Harga jual tempe berkisar Rp 7.000,-/450g tempe. Harga tempe di masing masing wilayah sangat bervariasi, Di Bogor tempe yang dibuat dari kedelai GMO  setiap 450 g tempe harganya Rp 10.000,-sedangkan untuk tempe non GMO dengan berat yang sama harganya Rp 20.000,-. Di Yogyakarta tempekedelai lokal yang dijual di supermarket setiap300 g hargasekitar3000 sampai 4000 rupiah sedangkan tempe kedelai GMO setiap 450 g harganya5000 rupiah. Bila terjadi luktuasi harga kedelai maka produsen tempe akan mengurangi berat kedelai dalamkemasana taupun menambah berat kedelai dalmkemasan, sehingga harga tempe per kemasan yang dijual adalah tetap atau relatitidak berubah.

Bahan baku kedelai lokal untuk pembuatan tempe tidakkalah dengan bahan baku kedelai impor, permasalahannya adalah suplai kedelai lokal belum teratur sehingga industri tempe masih banyak yang ragu ragu menggunakan kedelai lokal non GMO. Untuk itu perlu usaha untuk meningkatkan agar produksi kedelai lokal dapat ditingkatkanan sehingga kebutuahan industri tempe dapat dipenuhi dari kedelai lokal dan terjadi pengurangan impor kedelai. Indormasi yang kami peroleh dari Kemendag bahwa pada bulan Mei tahun 2017 akan terjadi peningkatan harga kedelai dimana harga kedelai lokal berkisarantara 6000 sampai 14000 rupiah dan hargakedelai impor harganya berkisarantara Rp6800 sampai Rp 13.000,-. Kebijakan Kemendag tersebut perlu dikaji kembali mengingat harga kedelai impor yang umumnya GMO ditetapkan cukup tinggi, meskipun disisi yang lain akan mendorong petani kedelai untuk meningkatkan uasaha di bidang komoditas kedelai.

Untuk pengolahan tahu merupakan salah satu teknologi non fermentasi karena dalam pengolahan tahu menggunakan teknologi ekstraksi yang akan mengekstrak protein kedelai kemudian diendapkan dengan larutan penjendal sehingga menjadi tahu yang padat, Sisa hasil ekstraksi masih dapat diolah menjadi tempeyang disebut tempe gembus karena kadar proteinnya masih cukup tinggi . Untuk pengolahan tahu lebih disukai kedelai lokal terutama dari varietasgepak kuning dan gepak ijo karena kalau dibuat tahu akan memberikan hasil yanglebih tinggi dibandngakan kedelai impor.

Tempe yang awalnya dari pulau Jjawa kemudian tersebar luas ke seluruh wilyah indonesia akan menyebabkan kebutuhan kedelai semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan bahan baku kedelai tidak cukup disediakan dari kedelai lokal (hasil petani indonesia) karena keterbatasan lahan, kompetisi antar lahan yang digunakan untuk komoditas palawija yang lain seperti kacang hijau, kacang tanah, jagung, dll. Ketidakcukupan bahan baku kedelai lokal akan dipenuhi dari kedelai impor. Impor kedelai terutama dari negara penghasil kedelai yang mempunyai lahan sangat luas seperti Amerika, Kanada, Argentina, dsb. 

Industri pengolahan berbahan baku kedelai yang lain adalaha industri susu kedelai, rempeyek kedelai maupun kacang kedelai yang digoreng,  Industri besar yang memproduksi soybar dengan merk soy joy dari Jepang mulai tertarik untuk mengembangkan usahanya di Indonesia dengan  menggunakan kedelai lokal. Indoood salah satu industri pangan yang cukup besar di Indonesia bekerja sama dengan perajin tempe di Semarang dan Jakarta mengembangkan kripik tempe yang dikemas dalam aluminium foil,juga mulai tertarik untuk menggunakan kedelai lokal sebagai bahan baku tempe. Beberapa industri tempe yang besar juga mulai tertarik untuk mengganti bahan baku kedelai impor GMO dengan kedelai lokal dengan syarta suplainya cukup.

Persoalan suplai kedelai lokal tersebut dicoba untuk dicari solusinya oleh tim UGM dengan program yang disebut Peka Kekal,dimana tim UGM akan bekerjasama dengan pemerintah kabupaten Grobogan,petani kedelai dan koperasi tani untuk menyediaakan kedelai lokal yang diperlukanolrh industri pangan yang menggunakan kedelai lokal. Program Pekakekal baru berjalan selama satu tahn tetapi sudah banyak mendapatkan respon dari berbagai ihak. Apabila program ini berdampak dapat meningkatkan minat petani dalam menanam kedelai dn meningkatkan supplai kedelai lokalmaka diharapkan program Pekakekal akan diadopsi oleh pemerintah.