Perkembangan Kedelai di Indonesia

Cetak

Oleh : Prof. Mary Astuti, FTP UGM

Petani Indonesia telah melakukan penanaman kedelai sejak jaman kerajaan Majapahit atau bahkan sebelumnya. Meskipun sudah lama menanam kedelai, namun berbeda dengan petani Amerika Serikat yang mempunyai lahan yang luas, petani Indonesia lahannya sempit, kepemilikan lahan  kurang dari 1 Ha. Di Indoesia juga belum ada asosiasi petani kedelai yang ada adalah asosiasi industri olahan kedelai yaitu KOPTI singkatan dari Koperasi Tahu Tempe Indonesia. Saat ini beberapa organisasi KOPTI tidak berkembang dan bahkan gulung tikar.

Berbagai Varietas kedelai dikembangkan oleh para peneliti di Litbang Pertanian maupun Peneliti di Perguruan Tinggi sehingga hasil Varietas bisa berbeda-beda baik dari segi warna biji, ukuran Biji, maupun komposisi gizi dan kecocokan dengan kondisi tanah maupun cuaca.

Pemerintah di jaman Soeharto kurang memotivasi petani untuk menanam kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.  Meskipun kedelai berasal dari China(Daerah Sub-Tropis) tetapi dapat bertumbuh dengan baik pada daerah tropis seperti Indonesia, dan dibandingkan penanaman di amerika, penanaman kedelai di Indonesia sudah dapat dipanen dalam waktu 90 hari sedangkan tanaman kedelai di Amerika baru dapat dipanen 5 bu;an (150 hari).

Indonesia pernah menjadi eksportir kedelai pada jaman sebelum kemerdekaan dan telah bersasembada kedelai sampai tahun 1984, setelah itu peningkatan jumlah penduduk dan semakin berkurangnya lahan untuk penanaman kedelai maka Indonesia mulai memberlakukan kebijakan impor karena impor kedelai dipandang lebih murah dibandingkan dengan peningkatan penanaman kedelai dalam negeri. Kebijakan yang keliru tersebut terus berlangsung dengan tanpa menyadari bahwa kedelai yang dikembangkan oleh petani Indonesia berbeda dengan kedelai impor. Kedelai impor adalah kedelai GMO yang harganya lebih murah daripada kedelai lokal.Mungkin waktu itu pemerintah orde baru kurang jeli atau kurang memperhatikanjenis kedelai yang di impor. Kedelai GMO mempunya harga yang rendah karena dalam budidaya tanaman kedelai biayanya lebih rendah daripada kedelai nn GMO,selain itu masyarakat Amerika juga kurang suka membeli kedelai GMO karena adanya sisipan mikroorganisme, perdagangan kedelai GMO ke Eropa mengalami penghambatan oleh karena itu kedelai GMO dijual ke negara yang membutuhkan kedelai dengan harga murah termasuk Indonesia.

Disparitas harga kedelai imporyang mayoritas kedelai GMO membuat kedelai lokal semakin terpuruk karena dianggap hagranya lebih mahal, Kedelai lokal adalah kedelai non GMO ataupun kedelai organik. Oleh karena itu kalau ingin membandingkan harga kedelai harus dengan kedelai yang teknologinya sama. Sebagai contoh harga kedelai impor GMO per kg sebesar Rp6000 sedangkan kedela impor non GMO sebesar Rp 11.000 per kg di Bogor.

 Kedelai ditetapkan sebagai komoditas yang strategis, maka pemerintah mempunyaai komitmen untuk merumuskan kebijakan terkait dengan kedelai. Sebelum tahun 2017 pemeintah menetapkan HPP kedelai lokal sebesar7800, penetapan HPP tersebut dengan pertimbangan bahwa usaha tani kedelai membutuhkan dana 7000 rupiah per kg, dengan demikian meskipun sedikit petani dianggap sudah mendapat keuntungan.Petanimerasa bahwakeuntunganyang merekaperolehtidak sebanding dengan tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan karena komoditas pertanian adalah usaha yang penuh risiko. Karena produktivitas kedelai Juh lebih rendahdari pada padi dimana untuk satu Ha sawah yang ditanami padi bisa menghasilkan 6 sampai 6,5 Ton padi kering panen dengan hargarata ratarp 3,500 maka petani akan mendapatkan hasil 21 juta sedangkan bila ditanamai kedelai perHa hasilnya 1,2ton dengan hPP 7800 maka petani akan mendapatkan hasilRp 9.360.000,- jumlah yang jauh lebih kecilsehingga petani enggan menanam kedelai. Petani berharap hargajualkedele lokal paling tidak sama dengan harga beras atau 1,5kali harga beras. Harapan petani untuk harga kedelai cukup wajar karena harga kedelai impor non GMO mencapai Rp 11.000,- sehingga apabila hargakedelai ditingkat petani dihargai sama dengan harga beras skitar Rp 9000 atau lebih, maka petani akan antusias unk menanam kedelai.

Kedelai Lokal yang ditanam petani dilahan sawah di Indonesia akan memberikan hasil sekitar 1,3 ton/ha dibandingkan apabila sawah tersebut ditanami padi dapat menghasilkan 6 ton gabah kering giling (GKG)/ha. Di Indonesia terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Penanaman padi di Sawah membutuhkan air yang cukup sedangkan penanaman kedelai membutuhkan air yang lebih sedikit. Sehingga pada musim kemarau para petani akan lebih senang menanam palawija seperti kedelai, jagung, dll dibandingkan menanam padi. Petani akan membandingkan hasil yang diperoleh dari komoditas pertanian yang berbeda-beda. Sebagai contoh bila ditanam padi akan diperoleh 6 ton Gabah kering giling dengan harga beras Rp 19.200.000,-/ha. Karena hasil usaha tani padi lebih tinggi maka banyak petani yang menanam padi 3 kali setahun dan pada musim kemarau mereka akan mengusahan pemompaan air bawah tanah. Pada petani yang mengusahakan kedelai sangat menguntungkan karena terjadi peningkatan kesuburan lahan, karena bintil-bintil kedelai dapat mengikat nitrogen dari udara sehingga lahan yang ditanami kedelai akan menjadi lebih subur, namun tidak banyak petani yang mau menanam kedelai mengingat hasil yang dibandingkan dengan beras jauh lebih sedikit.

Setiap hektar tanaman kedelai akan menghasilkan rata-rata 1,3 ton biji kedelai. apabila harga kedelai sekitar Rp 7.800,-/kg maka hasil yang didapat sekitar Rp 10.140.000,-/ha. Hasil usaha tani kedelai jauh lebih sedikit dibandingkan dengan padi. Hasil usaha tersebut belum dipotong dengan biaya produksi. HPP kedelai yaitu Rp 7.000,-, sehingga yang diperoleh petani hanya Rp 1.040.000/ha selama 3 bulan tanam. Kecilnya hasil usaha kedelai membuat petani enggan menanam kedelai. Petani menghendaki harga kedelai sebesar harga beras atau 1.5 kali harga beras, sehingga petani masih mempunyai hasil yang memadai. Kedelai lokal yang ditanam di Indonesia adalah Kedelai Non-GMO, sehingga wajar apabila petani mengkehendaki harga 1.5 kali harga beras.

Petani apabila ingin menanam Kedelai organik akan dibeli dengan harga Rp 12.000,-/kg. Harga tersebut merupakan harga yang cukup menarik bagi petani yang ingi menanam kedelai organik. Harga kedelai impor sangat bervariasi. Untuk kedelai GMO seharga Rp 6.000,- per kg sedangkan kedelai impor non-GMO harganya berkisar Rp 11.000,- per kg. Produksi kedelai GMO di amerika bisa mencapai 2.85 ton per ha. Produktivitas yang tinggi dari kedelai GMO dikarenakan dengan sisipan mikroorganisme kedelainya lebih tahan hama dan penyakit. Sehingga harga kedelai GMO bisa lebih murah dibandingkan dengan harga kedelai Non-GMO. Dengan demikian harga kedelai impor Non-GMO lebih mahal yaitu Rp 11.000,- dibandingkan kedelai lokal (Non-GMO) yang hanya seharga Rp 7.800, dari produksi kedelai AS dilempar sebagai ke pasaran luar negeri. Pada tahun 2009 itu AS mengekspor lebih dari 40 miliar ton kedelainya.

Pentingnya penentuan harga yang menarik dan kebijakan subsidi. Kedelai yang ditanam di Indonesia adalah Kedelai Non-GMO maka harga yang sekarang ditetapkan pemerintah harus mengalami perubahan. Sehingga menarik minat petani untuk menanamnya sedangkan industri kecil diharapkan mendapatkan subsidi. Paling tidak harga sama dengan harga beras atau 1.5 kali harga beras, bisa juga disamakan dengan harga kedelai impor Non-GMO. Peningkatan produktivitas serta melakukan kemitraan dengan industri besar yang menggunakan bahan baku kedelai. Selain itu perlunya penetapan pajak Impor Kedelai GMO yang lebih tinggi.

Pengolahan kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe dari jaman nenek moyang terus menerus dikembangkan. Pengolahan umumnya dilakukan secara konvensional menggunakan tenaga manusia. Namun kini pengembangan tempe sebagai warisan budaya dapat diindustrialisasi menggunakan teknologi-teknologi modern sehingga hasil yang diperoleh higienis, memiliki kapasitas besar dan biaya produksi yang lebih rendah. Dari 1 kg kedelai dapat menghasilkan 1.4 kg tempe. Harga jual tempe berkisar Rp 7.000,-/450g tempe.

Kemitraan antara industri penghasil kecap yang membutuhkan kedelai hitam dengan petani kedelai hitam dan koperasi telah dimulai sejak tahun 2003, harga yang ditawarkan oleh industri kepada petani kedelai hitam tidak jauh berbeda dengan harga kedelai non GMO sehingga petani sangat antusias untuk menanam kedelai hitam, Saat ini industri kecap yang bekerja sama dengan petani memberikan harga Rp 10.500, per kg sedangkan harga untuk koperasi sebesarRp 12.855,- per kg karena koperasi masih harus melakukan kegiatan sortasi sehingga kedelainya memenuhi syarat standar industri.