Kedelai merupakan tanaman palawija yang menjadi sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Kedelai berperan penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi kesehatan dan murah harganya. Di Indonesia kedelai memiliki arti penting dalam peningkatan ketahanan pangan.Produk olahan kedelai yang paling terkenal di Indonesia adalah tempe, salah satu pangan fermentasi dari kedelai yang mengangdung berbagai mineral dan mikrobia probiotik dan sangat membantu kesehatan bagi yang mengkonsumsinya
Indonesia pernah mencapai swasembada kedelai pada tahun 1984,1985 dan 1992.Pada tahun tersebut produksi kedelai Indonesia cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik. Kebutuhan kedelai dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan seiring dengan bertumbuhnya jumlah penduduk dan kebutuhan bahan industri olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, maupun produk olahan lain.
Di Indonesia rata-rata kebutuhan kedelai setiap tahun lebih kurang 2.3 juta ton, sedangkan produksi kedelai nasional baru mencapai 870.068 ton atau setara dengan 37.85 %dari kebutuhan. Kekurangan tersebutdipenuhi melalui impor kedelai dari beberapa negara di luar Indonesia. Kebutuhan import kedelai Indonesia saat ini berada di peringkat no 2 tertinggi dunia selain komoditi jagung di tanah air. Kualitas kedelai lokal yang lebih baik dari kedelai import dan juga bersifat non modifikasi genetik (Non GMO/Genetic Modified Organism) merupakan nilai tambah yang dapat mendukung gerakan pemerintah dalam peningkatan gizi nasional. Ketergantungan akan kedelai impor selama ini yang bersifat GMO dan dapat berdampak pada kesehatan di masa depan membuat masyarakat Indonesia mengabaikan kedelai lokal. Hal ini ditunjukkan dari psikologi harga beli masyarakat yang masih rendah di kedelai lokal. Industri dan pelaku usaha pengolahan kedelai pun lebih memilih kedelai import dengan pertimbangan kemudahan ketersediaan stok sepanjang tahun membuat kedelai lokal semakin sulit berkompetisi dengan kedelai impor.
Harga beli di pasaran yang murah dan dibawah nilai harga pokok produksi (HPP) dari petani memicu munculnya keengganan petani Indonesia dalam melakukan budidaya kedelai. Hal ini dapat terlihat dari penurunan kapasitas dan produktifitas kedelai lokal dari tahun ke tahun.Tahun 1990 Indonesia memiliki lahan kedelai seluas 1.334 ha dan pada tahun 2005 merosot tajam sebanyak 46,55% dan menjadi 621 ribu ha (DEPTAN). Dampak lain yang dimunculkan dari ini semua adalah minimnya ketersediaan kebutuhan kedelai lokal sehingga memberikan peluang kepada negara luar untuk mengekspor kedelai ke Indonesia.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (25/9/2015), periode Januari hingga Agustus 2015 tercatat impor kedelai mencapai 1.525.748 ton dengan nilai US$ 719.807.624.