×

Peringatan

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 979

Nilai artikel ini
(0 votes)

Oleh:

Dody Kastono

Laboratorium Manajemen Produksi Tanaman

Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta

 

  1. Pola Tanam

Iklim di Indonesia terbagi dua musim, yaitu musim hujan (MH) dan musim kemarau (MK). Akhir-akhir ini perubahan iklim dan cuaca cukup berpengaruh besar terhadap bidang pertanian. Khususnya adanya dampak pemanasan gobal (Global Warming) yang menyebabkan adanya pergeseran pola musim, yang menyebabkan kegagalan panen maupun kematian tanaman dikarenakan adanya dampak kekeringan (El-Nino) serta hujan berlebihan bahkan banjir (La-Nina). Di daerah lahan marjinal seperti di daerah tadah hujan/lahan kering maupun lahan pasir pantai, ketersediaan air bagi tanaman cenderung terbatas dan kurang mencukupi bagi kebutuhan pertumbuhan tanaman.

Keadaan yang spesifik ini berkonsekuensi menuntut adanya campur tangan manusia dalam mengelola perencanaan waktu tanam dan panen yang tepat. Hal ini dikarenakan, perencanaan waktu tanam dan panen dapat menjadi penentu bagi keberhasilan usaha tani. Dampak negatif perubahan ekstrem iklim dan cuaca dalam suatu periode penanaman kedelai dapat menimbulkan berbagai permasalahan, hal ini seperti ditunjukkan dalam Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Permasalahan budidaya kedelai di lahan sawah serta akibat dan cara mengatasinya.

Sumber: Adisarwanto dan Wudianto (1999) dan pengalaman penulis.

 

Tabel 2.   Permasalahan budidaya kedelai di lahan sub-optimal (lahan kering) serta akibat dan cara mengatasinya.

Berdasarkan Tabel 1 dan 2 di atas, menunjukkan bahwa usaha tani kedelai cukup beresiko apabila tidak dilakukan penyesuaian terhadap perubahan kondisi lingkungan, khususnya terhadap anasir iklim dan cuaca yang juga berdampak negatif adanya gangguan hama dan penyakit.

Alternatif solusi yang dapat diupayakan adalah mengatur pola tanam yang disesuaikan berdasarkan wilayah dan kondisi lahannya.

  1. Sawah tadah hujan dapat menerapkan pola tanam sebagai berikut: (a) padi – kedelai – bera, (b) padi – kedelai – palawija lain, (c) kedelai – padi – palawija lain, dan (d) gogo rancah – padi sawah (walik jerami) – kedelai. Di dalam menentukan pola tanam yang tepat perlu dipertimbangkan distribusi curah hujannya, apabila curah hujan tinggi pada awal musim hujan maka pola (a dan b) merupakan pilihan yang tepat.
  2. Pola tanam sawah beririgasi semi teknis adalah: (a) padi – kedelai – palawija lain, dan (b) padi – kedelai – kedelai. Sedangkan untuk sawah beririgasi teknis, di mana pembagian air untuk sawah, misalnya di sekitar bendungan seperti Jatiluhur, Gajah Mungkur, dan Karangkates lamanya antara 9-11 bulan memberikan alternatif pola tanam kedelai sebagai berikut: (a) padi – padi – kedelai, ini sesuai untuk sawah yang airnya tersedia antara 10,5-11 bulan, dan (b) padi – kedelai – kedelai, ini sesuai untuk sawah yang airnya tersedia antara 9-9,5 bulan.

Pola tanam yang sudah disepakati oleh kelompok tani di suatu wilayah harus dilakukan secara serempak dan kompak oleh anggota kelompok tani. Hal ini dimaksudkan untuk pengelolaan usaha tani yang lebih terkendali dan terarah, khususnya dalam pengaturan pemeliharaan tanaman (pengairan, pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman). Di samping itu, pengaturan tenaga untuk tanam, pemeliharaan, dan panen dapat dikoordinasikan sejak dini. Secara keseluruhan, apabila semua tahapan budidaya kedelai dapat dilakukan secara baik sesuai kebutuhan tanaman, maka ada dapat diharapkan adanya peningkatan produksi dan kualitas secara berkelanjutan.

 

 

 

 

Nilai artikel ini
(0 votes)

Oleh:

Dody Kastono

Laboratorium Manajemen Produksi Tanaman

Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UGM

 

Agroforestri berhubungan dengan sistem penggunaan lahan di mana pohon ditumbuhkan berasosiasi dengan tanaman pertanian, pakan ternak, atau padang penggembalaan. Asosiasi ini dapat dalam waktu, seperti rotasi antara pohon dan komponen lainnya, atau dalam dimensi ruang, di mana komponen tersebut ditumbuhkan bersama-sama pada lahan yang sama. Dalam sistem tersebut tetap mempertimbangkan nilai ekologi dan ekonomi dalam interaksi antar-pohon dan komponen lainnya.

Masyarakat sudah terbiasa melakukan penanaman secara tumpangsari di kawasan hutan atau lahan kering (tadah hujan). Kedelai sebagai tanaman pangan yang penting dan strategis (menduduki rangking ketiga setelah padi dan jagung), sekarang ini porsi terbesarnya dipenuhi dari kedelai impor. Permasalahan yang dihadapi antara lain rendahnya luas areal tanam dan rendahnya produktivitas kedelai dari waktu ke waktu.

 

Gambar 1. Kedelai hitam Mallika umur 21 hari setelah tanam, penanaman di Sidolaju Widodaren (kiri) dan Pelanglor Kedunggalar (kanan) kabupaten Ngawi.

 

Program peningkatan produksi dan kualitas kedelai, selain melalui program intensifikasi juga masih harus ditunjang dengan program ekstensifikasi. Pengembangan kedelai dihadapkan pada terbatasnya lahan subur. Lahan yang masih tersedia umumnya tergolong marjinal sehingga memerlukan investasi yang lebih besar untuk dapat dimanfaatkan bagi pengembangan kedelai. Salah satu lahan yang berpotensi digunakan untuk penanaman kedelai adalah di kawasan hutan. Oleh karena itu, agroforestri jati dan kedelai dapat menjadi salah satu alternatif terbaik untuk dikembangkan.

Kedelai dapat ditanam di kawasan hutan yang umur jatinya sampai dengan 3 tahun, di mana tingkat naungannya masih relatif belum tinggi (< 30 %). Beberapa permasalahan yang dapat ditemukan di lahan kawasan hutan  dan solusi yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Kurangnya intensitas penyinaran akibat naungan jati dapat diantisipasi dengan penggunaan varietas kedelai toleran naungan. Badan Litbang Pertanian telah melepas varietas kedelai toleran naungan. Varietas Wilis dan Argopuro mampu berproduksi cukup tinggi dalam kondisi ternaungi hingga intensitas 50 %. Kedua varietas berpeluang dikembangkan di lahan kawasan hutan jati muda.
  2. Masalah kemasaman dan ketidaksuburan tanah dapat diatasi dengan teknologi ameliorasi melalui pemberian kapur atau pupuk kandang. Varietas Tanggamus adaptif dan mampu berproduksi hingga 2,88 ton/ha di lahan kering masam. Pengembangan teknologi produksi kedelai melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada lahan kering masam mampu memberikan hasil 2,0 ton/ha. Bahan organik diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, di mana kadar bahan organik optimal adalah sebesar 5 %, sementara lahan di pulau Jawa kadar bahan organiknya di bawah 2 %. Bahan organik juga diperlukan oleh Rhizobium untuk menunjang proses pembentukan bintil akar.
  3. Keterbatasan ketersediaan air dapat diantisipasi dengan pengaturan pola tanam yang tepat, terutama perencanaan waktu tanam dan panen yang tepat serta penggunaan varietas kedelai tahan kekeringan. Salah satu varietas lokal yang sudah teruji dan terbukti mampu beradaptasi dan berproduksi baik di lahan kawasan hutan adalah Kedelai Mallika dengan rerata produksi di atas 2,0 ton/ha.

 

Gambar 2. Kedelai hitam ditanam di kabupaten Bojonegoro: lebih dari 85 polong dengan 3 cabang produktif (kiri) dan di Pelanglor Kedunggalar kabupaten Ngawi: 348 polong dengan 12 cabang produktif (kanan).

 

Keuntungan pengembangan kedelai di lahan kawasan hutan adalah:

  1. mampu memasok nitrogen alami bagi tanaman kedelai dan jati muda, sehingga produktivitas lahannya meningkat,
  2. mencegah erosi tanah dan air limpasan (run off),
  3. memberikan tambahan pendapatan bagi petani sebelum jati ditebang, dan
  4. mampu menunjang program Jalur Benih Antar Lapangan dan Musim (Jabalsim) untuk kedelai, sehingga dalam penyediaan benih dapat dilakukan dengan baik untuk memenuhi kebutuhan benih antar wilayah penanaman secara berkelanjutan antara lahan sawah dan lahan baon atau lahan kering.

Pada lahan jati muda, kedelai dapat ditanam secara tumpangsari dengan tanaman pangan semusim lainnya. Selain meningkatkan produktivitas lahan, cara ini juga memberikan keuntungan finansial bagi masyarakat maupun Perhutani. Sejalan dengan siklus produktifnya, jati memerlukan peremajaan dalam periode tertentu. Masa peremajaan ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kedelai hingga jati berumur 3 tahun. Kalau 10 % saja dari total areal hutan jati di setiap Kuasa Pemangku Hutan (KPH) mengalami peremajaan tanaman per tahun, maka tersedia lahan yang tersedia cukup luas untuk pengembangan kedelai.

Swasembada kedelai akan semakin mudah untuk dicapai secara bertahap apabila ditunjang dengan penyediaan luas areal tanam mencapai sekitar 1,5 juta ha dengan asumsi rerata produksi 1,5 ton/ha atau lebih, maka akan dihasilkan minimal 2,25 juta ton kedelai yang diharapkan dapat mendekati pemenuhan kebutuhan kedelai nasional secara bertahap. Angka prediksi ini bukan suatu hal yang sangat sulit untuk dicapai, namun demikian perlu ada komitmen bersama antar berbagai pihak, khususnya didukung oleh 4 pilar A-B-C-G (academy, business, community, and government) yang difasilitasi dengan adanya regulasi yang jelas dan berpihak pada petani. Ke depan bila program intensifikasi dan ekstensifikasi dapat diselaraskan bersama secara simultan, maka hal ini tentu saja dapat untuk mengurangi impor kedelai yang hingga saat ini masih terus berlangsung, bahkan dapat menuju swasembada kedelai secara mandiri dan berkelanjutan.

 

 

 

Program Swasembada Padi dan Jagung oleh Pemerintah melalui Kementrian Pertanian  tanpa disadari  malah  berefek pada penyusutan produksi tanam kedelai oleh petani.  Bukannya swasembada kedelai terjadi di tahun ini, sebaliknya produksi kedelai diperkirakan sebesar 750 ribu ton malah menurun dibandingkan tahun 2016 yang mencapai diangka 890 ribu ton.  Komoditi kedelai dipandang kurang kompetitif dibandingkan dengan komoditi padi dan jagung menjadikan petani lebih suka memilih fungsi lahan untuk bertanam di komoditi padi dan jagung.  Hasil panen padi  dengan harga rata –rata Rp 7.500 sd Rp 8.000 perkilo dan rata-rata produksi panen 4 ton hingga 5 ton per ha, petani mendapatkan hasil panen Rp 30juta hingga Rp 40 jt/ha.  Demikian juga dengan jagung, dengan hasil panen rata-rata Rp 3.000 sd Rp 3.500 perkilo, dan rata rata produksi panen 11 sd 12 ton per ha, petani mendapatkan hasil panen Rp 33jt hingga Rp 36jt  perha.  Sedangkan jika menanam kedelai dengan harga Rp 6.000 sd Rp 7.000 per kilo, produksi kedelai 1,5 ton sampai dengan  2 ton per ha, akan didapatkan hasil panen sebesar Rp 10.5jt sampai dengan Rp 14jt per ha. Dengan rata rata masa panen kurang lebihnya 100 hari dan biaya produksi yang mendekati sama antar ketiga komoditi diatas. Petani rata rata menanam komoditi dilahan yang sama untuk penanaman komoditi baik itu padi, jagung dan kedelai. Upaya menaikkan produksi padi dan jagung oleh Pemerintah dengan sendirinya berdampak pada penurunan produksi kedelai ditingkat petani. Dengan tingkat kebutuhan pangan akan bahan baku kedelai yang diolah sebagian masyarakat Indonesia menjadi tahu dan tempe, hal ini mengakibatkan import kedelai menjadi semakin meningkat.

Upaya menaikkan produksi padi dan jagung sedapat mungkin oleh Pemerintah juga tetap diterapkan pada komoditi kedelai mengingat akan peran strategis dari komodi ini bagi masyarakat.  Menaikkan nilai kompetitif kedelai dibanding dengan komoditi pangan yang lain seperti padi dan jagung merupakan salah upaya untuk kembali mengangkat komoditi ini menarik bagi para petani untuk menanamnya.  Pemberian insentif untuk komoditi kedelai agar dapat menaikkan minat petani kembali menanam sudah perlu dilakukan kembali dan harapannya kedelai lokal petani yang lebih bersifat murni dan menyehatkan ini akan kembali dipilih dan diolah menjadi pangan sehat bagi masyarakat dibanding kedelai import yang didatangkan dari Amerika sebagian besar tergolong jenis rekayasa genetik/transgenik

Sebagai sumber protein nabati, kedelai berperan penting dalam meningkatkan gizi masyarakat. Saat ini, Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri pangan. Kedelai kaya akan zat besi, kalsium, vitamin B komplek, fosfor, serta lemak Dengan adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat dari bahan makanan hewani ke bahan makanan nabati, maka kedelai mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan menjadi aneka produk-produk pangan. Protein kedelai mempunyai susunan asam amino yang mendekati susunan asam amino esensial protein susu. Disatu sisi diversifikasi pengolahan makanan berbasis kedelai masih sangat terbatas dijumpai dimasyarakat. Pengolahan kedelai menjadi Susu kedelai menjadikan produk pangan yang kaya gizi yaitu protein, , karbohidrat, kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A, Vitamin B kompleks (kecuali B12), dan lemak nabati. Bila dibandingkan dengan Cina, Filipina atau Thailand, tingkat konsumsi susu kedelai di Indonesia masih relatife rendah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Susu kedelai merupakan sari kedelai yang diproses dengan menghancurkan biji kedelai dalam air dingin atau panas. Susu kacang kedelai yang dapat dibuat dengan teknologi dan peralatan sederhana.  Kandungan proteinnya yang tinggi, susu kedelai merupakan minuman terbaik untuk mengganti produk susu sapi bagi orang-orang yang intoleransi terhadap laktosa dan kasein

 

Selain digunakan sebagai sumber protein, kedelai juga diolah sebagai produk pangan fungsional yang dapat mencegah timbulnya penyakit degeneratif. Salah satu produk pangan fungsional berbasis kedelai yaitu produk yogurt dari susu kedelai (soygurt). Soygurt mengandung bakteri probiotik streptococcus thermophillus dan lactobacillus bulgaricus yang dapat meningkatkan keseimbangan mikroflora usus sehingga dapat melancarkan pencernaan manusia.  Soygurt juga mempunyai beberapa manfaat yang ditimbulkan oleh proses fermentasi bakteri asam laktat, yaitu menyeimbangkan sistem pencernaan, menurunkan kadar kolesterol, mencegah kanker, danmengatasi infeksi jamur dan bakteri

 

Jumat, 10 Maret 2017 18:22

Kapan Petani Indonesia Mulai Menanam Kedelai?

Ditulis oleh
Nilai artikel ini
(0 votes)

Ditulis Oleh Prof. Mary Astuti -

Kedelai merupakan tanaman pangan sumber protein dan minyak yang sangat penting di dunia. Kedelai yang berasal dari China pada tahun 1100 BC tersebar luas ke seluruh dunia. Berdasarkan warna kulit biji kedelai ada 4 jenis kedelai yaitu kedelai kuning, kedelai hitam, kedelai hijau dan kedelai coklat. Di Indonesia kedelai hijau dan coklat sangat jarang di budidayakan. Yang banyak ditanam adalah kedelai hitam dan kedelai kuning.

Sejak kapan kedelai ditanam di Indonesia dan yang berwarna apa kulitnya? Untuk mendapatkan informasi kapan kedelai ditanam di Indonesia, bisa dipelajari dari warisan budaya nenek moyang, bisa berupa Candi dan Naskah atau buku kuno di jaman kerajaan di Indonesia. Pada Relief candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak ada tanaman kedelai, tanaman pangan yang ada dalam relief adalah padi, pisang, pohon nangka, pohon manga, pohon aren, pohon tebu, pohon durian, pohon jambu air dan pohon jeruk.

Pada Naskah Kuno yang berjudul Sri Tanjung, yang dituliskan oleh Empu Citragota di abad 13-14 menggunakan bahasa kawi, disebutkan Pangajaran patapan anglangu pangubonan mangke, tinanduran kacang wilis, uwi talěs lan těbu, kaḑěle lan kacang luhur, kumbili sabrang rowange, gěḑang gaḑingnya adulur, těbu cintamany ajajar, gěḑang gunting sami ajajar.

Terdapat beberapa tanaman pangan dipesawahan maupun ladang di daerah Blambangan, Jawa Timur yaitu padi yang ditanam di sawah sedangkan kacang hijau, talas, tebu, kedelai, kacang panjang, gembili, pisang ditanam di ladang. Masyarakat Jawa Kuno menyebut tanaman kedelai adalah kaěle* sedangkan masyarakat suku Osing yang berada di Blambangan menyebut kedelai adalah godel. Tanaman kedelai yang ditanam oleh masyarakat Jawa pada Abad 17, bijinya berwarna hitam. Kedelai hitam setelah dihilangkan kulitnya akan dibuat menjadi tepung dan dimanfaatkan oleh orang-orang Cina untuk dibuat menjadi Toustjian, semacam soon yang dibuat dari kacang hijau sekarang.

Masyarakat Jawa dalam membuat usar (Jamur yang menempel dalam daun waru) yang digunakan untuk membuat tempe selalu menggunakan kedelai hitam dan tidak pernah menggunakan kedelai kuning. Dengan demikian bisa diinformasikan bahwa tanaman kedelai mulai ditanam oleh masyarakat Jawa pada Jaman Majapahit dan yang ditanam adalah kedelai hitam.

Jumat, 10 Maret 2017 07:04

Problem Kedelai dan Permasalahannya

Ditulis oleh

Kedelai merupakan tanaman palawija yang menjadi sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Kedelai berperan penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi kesehatan dan murah harganya. Di Indonesia kedelai memiliki arti penting dalam peningkatan ketahanan pangan.Produk olahan kedelai yang paling terkenal di Indonesia adalah tempe, salah satu pangan fermentasi dari kedelai yang mengangdung berbagai mineral dan mikrobia probiotik dan sangat membantu kesehatan bagi yang mengkonsumsinya

 

 

Indonesia pernah mencapai swasembada kedelai pada tahun 1984,1985 dan 1992.Pada tahun tersebut produksi kedelai Indonesia cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik. Kebutuhan kedelai dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan seiring dengan bertumbuhnya jumlah penduduk dan kebutuhan bahan industri olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, maupun produk olahan lain. 

 

Di Indonesia rata-rata kebutuhan kedelai setiap tahun lebih kurang 2.3 juta ton, sedangkan produksi kedelai nasional baru mencapai 870.068 ton atau setara dengan 37.85 %dari kebutuhan. Kekurangan tersebutdipenuhi melalui impor kedelai dari beberapa negara di luar Indonesia. Kebutuhan import kedelai Indonesia saat ini berada di peringkat no 2 tertinggi dunia selain komoditi jagung di tanah air.  Kualitas kedelai lokal yang lebih baik dari kedelai import dan juga bersifat non modifikasi genetik (Non GMO/Genetic Modified Organism) merupakan nilai tambah yang dapat mendukung gerakan pemerintah dalam peningkatan gizi nasional. Ketergantungan akan kedelai impor selama ini yang bersifat GMO dan dapat berdampak pada kesehatan di masa depan membuat masyarakat Indonesia mengabaikan kedelai lokal. Hal ini ditunjukkan dari psikologi harga beli masyarakat yang masih rendah di kedelai lokal. Industri dan pelaku usaha pengolahan kedelai pun lebih memilih kedelai import dengan pertimbangan kemudahan ketersediaan stok sepanjang tahun membuat kedelai lokal semakin sulit berkompetisi dengan kedelai impor.

 

Harga beli di pasaran yang murah dan dibawah nilai harga pokok produksi (HPP) dari petani memicu munculnya keengganan petani Indonesia dalam melakukan budidaya kedelai. Hal ini dapat terlihat dari penurunan kapasitas dan produktifitas kedelai lokal dari tahun ke tahun.Tahun 1990 Indonesia memiliki lahan kedelai seluas 1.334 ha dan pada tahun 2005 merosot tajam sebanyak 46,55% dan menjadi 621 ribu ha (DEPTAN). Dampak lain yang dimunculkan dari ini semua adalah minimnya ketersediaan kebutuhan kedelai lokal sehingga memberikan peluang kepada negara luar untuk mengekspor kedelai ke Indonesia.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (25/9/2015), periode Januari hingga Agustus 2015 tercatat impor kedelai mencapai 1.525.748 ton dengan nilai US$ 719.807.624.

 

 

 

Program Operasi Khusus Kedelai yang diberlakukan pemerintah untuk membantu petani dalam meningkatkan produksi kedelai lokal dibeberapa daerah saat memasuki masa panen, harga panen dirasakan belum berpihak pada petani di Harga Pokok Produksi (HPP). Hasil panen kedelai relatif sangat bagus dan sedikit yang terserang hama penyakit tanaman. Sayangnya, kondisi ini masih belum ditunjang dengan bagusnya harga kedelai lokal di pasaran. Biaya produksi pada titik impas bagi petani dalam menanam kedelai dikisaran harga Rp 7000, sehingga pemerintah telah menetapkan harga pokok produksi panen kedelai petani di angka Rp 7.800. Dipasar, yang terjadi para pedagang memberikan harga kedelai petani dengan pembanding harga kedelai import.  Harga kedelai import berada di kisaran Rp 7.200 untuk pelaku industri. Meskipun HPP kedelai lokal petani di harga Rp 7.800 namun karena masih dibawah harga kedelai import, di pasar harga kedelai petani dikisaran Rp 6.000 sd Rp 6.500. Dalam situasi seperti ini, jika tanpa bantuan adanya program upsus, petani masih menanggung resiko kerugian jika bertanam kedelai. Bisa dipastikan, petani akan beralih untuk budidaya komoditi lain yang lebih memberikan peningkatan nilai ekonominya seperti padi, jagung dan kacang hijau. Melalui program pengembangan kemitraan agribisnis kedelai, Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementrian Pertanian dengan melibatkan kemitraan petani dan gapoktan dengan pelaku industri, dilapanganpun belum berjalan sesuai dengan harapan yang mampu melindungi harga kedelai petani dipasaran.

China sebagai negara pengimport terbesar di dunia sebesar 56.50 juta ton / tahun  dibanding Indonesia yang berada di no 5 sebesar 1.95 ton / tahun (USSEC,2012), saat ini telah mampu mengurangi jumlah import dikarenakan  produksi dalam negerinya meningkat.  Dengan berkurangnya import kedelai oleh China, kondisi ini sangat berpengaruh terhadap ketersediaan pasokan kedelai yang melimpah yang di produksi oleh USA sebagai importir terbesar dengan kapasitas produksi mencapai 42 juta ton. Melimpahnya produk Import kedelai USA menjadikan harga kedelai import di dalam negeri cenderung tidak mengalami kenaikan. Bagaimanakah dengan harga kedelai petani yang saat ini panen dengan program Upsus Nasional masih di bawah HPP dengan kata lain masih belum berfihak petani ini?. Petanipun mau tidak mau menjual dengan harga dikisaran Rp 6.000 ke para pedagang pasar dan tengkulak pasar untuk menutup kebutuhan ekonominya. Program peningkatan produksi kedelai lokal ditingkat petani target meningkatkan produksi kedelai lokal tahun ini bisa mencapai 1.2 juta ton. Kebutuhan kedelai nasional oleh masyarakat sebesar 2,55 juta ton hampir sebagian besar dipergunakan untuk produksi tempe 60%, tahu 30 % dan sisanya dipergunakan untuk produk olahan yang lainnya seperti kecap, susu kedelai, dsb. Sekor Usaha Kecil Menengah yang mengolah kedelai menjadi tahu tempe di Indonesiapun mencapai angka 115.000 hingga 125.000 lebih. UKM inipun melibatkan dan memberikan nafkah 2,5 hingga 3 juta orang. Angka yang sangat tinggi, betapa pentingnya peran kedelai dalam menunjang produksi pangan tahu dan tempe yang hampir sebagian besar masyarakat familiar dengan ini. Konsumsi tempe pun ditingkat perkapita penduduk di Indonesia sebesar 7 Kg / tahunnya dan tahu sebesar 6,6 kg/tahunnya.

Harga kedelai menjadi kunci insentif untuk menyelamatkan petani kedelai sehingga di tahun tahun mendatang bisa meningkatkan animo petani untuk menanam kembali. Perlindungan petani terhadap produk pasca panen kedelai dapat diterapkan melalui berbagai hal : 1. Upaya proteksi harga dan subsidi harga ke petani melalui Kebijakan Pemerintah. Dalam hal ini peran Bulog untuk komoditi dapat dilakukan di masing masing daerah untuk membeli kedelai petani ditingkat Harga Pokok Produksi. Dengan demikian, penentuan HPP oleh Pemerintah akan dapat diterapkan dilapangan, petani mendapatkan harga jual yang minimumnya sama dengan HPP. 2. Upaya Masyarakat untuk disadarkan pentingnya memilih produk pangan dari bahan baku kedelai lokal dibandingkan dengan produk pangan dari bahan baku kedelai import. Kedelai lokal ukuran biji besar yang sama bahkan sedikit lebih besar dari kedelai import seperti varietas Grobogan, Anjasmoro, burangrang bersifat non modifikasi genetik ( non-GMO/ Genetically Modified Organism), warnanya lebih cerah dan lebih aman untuk konsumsi pangan. Pandangan sementara para pengrajin yang menilai kedelai lokal ukurannya kecil kecil dan kurang baik kualitasnya adalah kurang pada tempatnya.  Sebaliknya, kedelai import malah bersifat sebaliknya, berasal dari rekayasa genetik/transgenik (GMO), warna lebih kusam dan masih pro dan kontra untuk pangan dari bahan GMO seperti ini. Dinegara maju seperti di Uni Eropa, penggunaan bahan baku pangan dari bahan GMO telah banyak ditolak saat ini, minimumnya harus menyantumkan label agar konsumen mengetahui dari GMO atau Non-GMO guna perlindaungan keamanan pangan. Hasil pengujian Kimia dan Biokimia, kandungan lemak pada kedelai lokal justru lebih rendah dan kandungan proteinnya lebih tinggi. Hal ini merupakan keuntungan yang didapatkan konsumen jika mengkonsumsi bahan kedelai lokal. 3. Menggalakkan penguatan produksi kedelai tidak hanya ditingkat on farm namun juga pada tingkat off farm di kelompok usaha tani dan masyarakat petani kedelai.  Proses produksi pengolahan kedelai misalnya saat dijadikan tahu dan tempe di masyarakat saat ini cenderung kurang higienitasnya dari sisi pekerja yang mengolah, penggunaan peralatan dan penanganan limbah seperti limbah tahu yang kalau tidak diperhatikan akan menimbulkan bau dan keresahan masyarakat disekitarnya. 4. Program berkelanjutan pada komoditi kedelai yang melibatkan peran dari Pemerintah daerah dan jajarannya, lembaga litbang, institusi pendidikan tinggi, petani dan gabungan kelompok tani. Dengan demikian, komoditi kedelai yang memiliki peran strategis ke tiga setelah padi dan jagung di Indonesia akan dapat ditingkatkan dan swasembada kembali mengingat komoditi ini sangat penting dalam menunjang produk Tempe sebagai salah satu warisan budaya Indonesia yang di akui oleh Dunia. Kita tidak menginginkan, tempe yang dirujuk oleh dunia ini, nantinya justru produksinya sangat bergantung pada import seperti yang terjadi saat ini.

Swasembada kedelai di Indonesia terjadi di tahun 1984-1985. Hasil tercapai melalui program yang direncanakan secara lima tahunan oleh Pemerintah yang kita masih diingatkan dengan program repelita yang diawali di era tahun 1969. Saat ini, import kedelai dari kebutuhan nasional kedelai yang semakin meningkat dari tahun ketahun diangka lebih dari 60% dari kebutuhan nasional dan harga jual panen petani kedelai yang masih terjun bebas dibawah harga pokok produksi, lambat laun potensi kedelai lokal akan semakin berkurang untuk ditanam petani dan tentunya kita semua menginginkan kejayaan kembali swasembada kedelai yang mampu memberikan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan petani. Melalui adanya proteksi dan subsidi harga kedelai ditingkat petani, mempopulerkan kembali ke masyarakat dan pengrajin terhadap kedelai lokal, menjadikan keseimbangan dan penguatan produksi kedelai mulai dari budidaya (on farm) hingga ke tingkat pengolahan yang memenuhi standart bahan baku pangan (off farm) ditingkat petani dan masyarakat pedesaan, penyusunan program komoditi kedelai yang berkelanjutan melibatkan petani, gapoktan, pemerintah daerah dan jajarannya, lembaga litbang dan institusi pendidikan tinggi. Masyarakat dan pengrajin sudah perlu  untuk disadarkan kembali terhadap kecintaan pemakaian kedelai lokal, tidak hanya dari sisi kualitasnya lebih bagus, namun ada hal yang sangat penting yaitu menunjang produk pangan Tempe sebagai warisan budaya bangsa Indonesia yang diproduksi tidak bergantung pada kedelai import.

Nilai artikel ini
(0 votes)

 

Pekakekal memberikan solusi terhadap informasi ketersediaan kedelai lokal yang memenuhi standart kualitas industri, tanya jawab mengenai problem kedelai lokal dan pengolahannya secara online, sarana pembelajaran kedelai dari agrobisnis kedelai hingga pengolahan kedelai menjadi berbagai produk pangan.

Petunjuk aplikasi tinggal diakses via online baik melalui PC, Laptop maupun HP yang terhubung dengan jaringan internet. Download aplikasi android pekakekal atau langsung mengakses ke alamat website pekakekal.

Untuk informasi ketersediaan stok kedelai, Bapak/Ibu diharuskan mendaftarkan terlebih dahulu sebagai Anggota untuk mengisi form Aplikasi. Admin Pekakekal akan mengklarifikasi dan notifikasi terkait dengan status Bapak Ibu untuk kebutuhan kedelai lokal ini. Selanjutnya jika kelayakan notifikasi sudah di setujuji, Bapak Ibu akan dapat mengaplikasikan program Sistem Informasi Persediaan (SIP Kekal) untuk kebutuhan Bapak Ibu dalam memenuhi kedelai lokal.

Untuk tanya jawab, bapak ibu tinggal mengakses dari website pekakekal dan bisa langsung menuju pada kolom bawah lembar tanya jawab dan menuliskan bagian tanya pertanyaan. Ikuti form pengisian pertanyaan, dan jawaban akan pertanyaan akan segera diberikan oleh Pekakekal.

Untuk Kerjasama dalam berbagai bentuk pelatihan dan pembinaan industri, dapat kontak via email ke email pekakekal. Admin akan segera menindaklanjuti perihal materi dan rencana kegiatannya. Semoga pekakekal memberikan solusi dalam pemberdayaan pangan lokal terutama produk strategis pangan masyarkat.

 

 

 

Minggu, 05 Maret 2017 07:34

Pengelola Pekakekal

Ditulis oleh

Center of Excellent (Pekakekal.org) dikembangkan kerjasama Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat melalui program Lembaga Pendampingan Dana Pendidikan Tinggi (LPDP) bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab Grobogan sebagai basis sentra daerah produksi kedelai lokal

Struktur Pengelola Center of Excellent Kedelai Lokal yaitu

Tenaga Ahli

1. Prof. Dr. Ir. Mary Astuti, SU

Bioteknologi dan Teknologi Pangan, Produk Tempe Higienis dan Turunannya,

2. Prof. Dr. Ir. Lilik Sutiarso, M.Eng

BioSistem dan Keteknikan Pertanian, Sistem Supply Chain, Peralatan Mesin Pengeringan

 

Direktur

1. Dr. Atris Suyantohadi, STP, MT

Sistem Agroindustri  dan Informasi Pertanian, Penanganan Passca Panen dan Optimasi

 

Anggota Center of Excellent

1. Dr. Jumeri M.W, STP, MSi

Pengendalian Kualitas dan Standardisasi

 

2. Dody Kasstono, SP, MP

Budi Daya Pertanian Budidaya, Penjadwalan Jabalsim dan hama penyakit tanaman

 

3. Darmawan Ari Nugraha, STP, MP

Bioindustri dan Bioteknologi  Pangan

 

Supporting :

Programmer  Jasmadi, Agus

Admin WIldan dan Faris

Teknisi Sumarji WIyono

 

 

Alamat Pekakekal.org

Kampus Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Jl Sosioyustisia 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281

email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Fb: http://facebook.com/pekakekal

 

 

 

Nilai artikel ini
(0 votes)

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari formulasi minuman olahraga berbasis tempe untuk pemulihan kerusakan otot dengan kandungan gizi yang tepat dan dapat diterima secara sensori. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor tunggal yaitu jumlah penambahan air untuk melarutkan tepung tempe yang terdiri dari tiga tingkatan yaitu 500 ml, 600 ml dan 700 ml, dengan masing-masing perlakuan mengandung 23 gram protein. Tepung tempe yang digunakan mengandung kadar air 5,39%, abu 1,22 % berat kering, protein 45,55% berat kering, lemak 33,9% berat kering, karbohidrat 13,94 % berat kering, kalsium 0,14% berat kering, besi 0,018% berat kering, natrium 0,004% berat kering, magnesium 0,06% berat kering, klorida 0,04% berat kering dan kalium 0,10% berat kering. Hasil uji hedonik minuman tempe menunjukkan bahwa penambahan air 600 ml cenderung mempunyai nilai kesukaan secara keseluruhan yang paling tinggi (5,42) dibandingkan dengan penambahan air 700 ml (5,37) dan 500 ml (nilai 4,92) (P>0,05). Minuman tempe dengan penggunaan air 600 ml mempunyai penerimaan secara keseluruhan yang tertinggi dengan nilai 80%. Minuman tersebut mempunyai karakteristik per sajian sebagai berikut kandungan protein 23 gram, karbohidrat 48 gram, lemak 17,11 gram, energi 438 kkal, branched chain amino acids (BCAA) 4161,6 mg, Ca 72,92 mg, Fe 9,46 mg, Mg 33,12 mg, Na 2,37 mg dan Cl 21,30 mg, dan K 54 mg.

Sumber: Jurnal Agritech, Naskah dapat didownload disini

 

Halaman 1 dari 7

Kedelai Hitam Malika, Kedelai Berkualitas Asli Indonesia

11 Oktober 2016

Kecap dapat dikatakan sebagai salah satu pelengkap makanan yang kerap digunakan masyarakat Indonesia. Karena itu,...

Swasembada Kedelai, Indonesia Butuh 2 Tahun Lagi

11 Oktober 2016

Kementerian Pertanian menargetkan Indonesia bisa swasembada kedelai pada 2018 dengan penyaluran bantuan benih dan sarana...

Pamor Kedelai Edamame Indonesia Turun

11 Oktober 2016

Meski pun tidak begitu populer untuk dikonsumsi di dalam negeri, namun budidaya edamame cukup marak...

Mengapa pilih tempe untuk bisnis kuliner di London?

11 Oktober 2016

Seorang pemilik warung tempe di London mengatakan ia sangat suka tempe dan belajar di banyak...

Keseharian "bule penjual tempe" di London

11 Oktober 2016

Seorang warga Inggris yang memiliki warung tempe di London bercerita tentang kegiatannya dalam satu minggu...

Kunjungan Web

Hari ini193
Kemarin450
Minggu ini643
Bulan ini1212
Total207009

Nampak
  • IP Anda: 3.21.125.194

May 2025
S M T W T F S
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31
Copyright © 2025 Pekakekal (Pengembangan Kajian Kedelai lokal) All Rights Reserved.
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada