Selasa, 11 Oktober 2016 15:48

Mengapa pilih tempe untuk bisnis kuliner di London?

Ditulis oleh
Nilai artikel ini
(1 Vote)
William memproduksi dan memasak tempenya sendiri. William memproduksi dan memasak tempenya sendiri.

Seorang pemilik warung tempe di London mengatakan ia sangat suka tempe dan belajar di banyak kota di Jawa sebelum memutuskan untuk memproduksi sendiri dan menjual makanan Indonesia ini.

William Mitchell yang memulai usaha dengan membuka warung tenda di London dua setengah tahun lalu mengatakan sejak mencoba makan tempe -saat tinggal di Jakarta 10 tahun lalu- ia langsung suka.

Menjawab pertanyaan sejumlah pembaca BBC Indonesia melalui Facebook Live, William mengatakan, "Saya suka tempe, dan saat pulang ke Inggris tak ada tempe."

"Saya pikir kalau saya suka tempe, dan saya mengambil risiko dengan mulai produksi dan jual tempe," kata William menjawab pertanyaan Tina Aqilasha Queennaya El-fariza.

William berjualan di warungnya selama tiga hari dan selebihnya dipakai untuk produksi dan memasak tempe, yang dibuatnya dengan resep kari kuning dan tempe jinten.

"Kari kuning ini sebenarnya lodeh," kata William yang menjawab pertanyaan para pembaca Rabu (21/09) lalu setelah selesai berjualan.

Ia bercerita ia datang pagi dari kediamannya yang berjarak sekitar dua setengah jam dari London untuk mendirikan tenda dan bersiap-siap untuk melayani makan siang pelanggannya.

Para pelanggan reguler warung tempe.Syaiful: Di mana belajar buat tempe?

William: Saya belajar di banyak tempat. Di Malang, Blitar, Yogyakarta, Bandung, Jakarta. Jadi rasa tempe saya seperti yang di Jawa.

Jizreel Pandey: Proses pembuatan di Inggris ada kendala, jika dilihat dari perbedaan cuaca dan kelembaban di sana (makanan fermentasi), dan bahan baku yang dipakai apakah produksi lokal?

William: Kedelai bisa didapatkan dengan mudah. (Untuk pembuatan), di Indonesia bisa taruh di depan rumah, tapi di Inggris dingin, harus pakai inkubator, pengatur suhu. Ada satu kamar di rumah saya untuk membuat tempe, dan suhu dijaga 31 derajat. Buat tempe di rumah saya. Dua setengah jam tiap pagi buat tempe Bedford, dari rumah berangkat 05.30 bangun jam 4.00 masak dan bersiap. Membuat tempe sendiri.

Rahmad Mukti: Bagaimana cara orang Inggris menikmati tempe?

William: Banyak orang Inggris suka tempe. Beberapa resep yang saya buat ada kari kuning. Saya pakai nama kari supaya orang Inggris langsung tahu kari, tapi sebenarnya lodeh.

Elsa: Bisa masak tempe bacem?

William: Buat tempe bacem susah karena perlu air kepala dan di Inggris mahal!

Bunda Yunita: Suruh si William nulis yang benar, TEMPE bukan TEMPEH.

William: Kalau saya tulis Tempe, orang Inggris akan bacanya Temp, tapi kalau ditambah H, ucapannya menjadi tempe.

 

Lodeh tempe disajikan dengan nasi.Tempe ada di 20 negara

Salah seorang pengunjung warung William, Michael, mengatakan ia pelanggan tetap karena menganggap tempe makanan sehat.

"Tempe termasuk vegetarian, jadi saya sering ke sini untuk beli tempe," kata Michael yang menunjukkan tempe lodeh yang dia beli.

Made Astrawan, pendiri Forum Tempe, yang terdiri dari pakar gizi, pangan serta para produsen tempe, mengatakan tempe dapat ditemukan di sekitar 20 negara, baik oleh orang Indonesia ataupun orang setempat.

"Bisa diproduksi oleh orang Indonesia yang tinggal di suatu negara seperti pak Rustono di Jepang, bisa juga oleh orang asli negara tersebut seperti yang di Meksiko, Prancis, Australia dan Inggris," kata Made kepada BBC Indonesia.

Forum Tempe beserta Pergizi Pangan Indonesia, organisasi pakar gizi, merencanakan akan membawa tempe ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Oktober ini untuk ditetapkan sebagai warisan budaya sebelum dilanjutkan ke badan PBB UNESCO. (BBC)

 

Read 971 kali Last modified on Selasa, 11 Oktober 2016 16:26
petani

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Proin ornare consectetur sodales. Nulla luctus cursus mauris at dapibus. Cras ac felis et neque consequat elementum a eget turpis. Aliquam erat volutpat.

Comments  

# Dwi_Cahyaningsih 2017-04-25 05:54
Terbukti bahwa tempe yang menjadi makanan asli Jawa ini dapat diterima juga oleh masyarakat London. Walaupun demikian, tempe sebagai makanan asli Jawa yang memiliki kandungan gizi yang sehat ini jangan samapi dipatenkan menjadi makanan khas London atau di klaim London. Masyarakat Indonesia harus lebih memiliki inoveasi terbaru lainnya agar tempe tetap menjadi makanan tradisional bergaya modern dengan menambahkan berbagai varian rasa lainnya, seperti yang telah saya ketahui sewaktu saya melakukan kunjungan industri, terdapat tempe rasa margarin. Hal ini menjadi salah satu nilai plus dari tempe-tempe yang sudah ada.Saat ini yang perlu dikembangkan lebih lanjut adalah bagaimana memproduksi tempe dengan berbagai varian rasa dengan menggunakan kedelai lokal sebagai bahan baku utamanya sebagai wujud pengembangan dibidang agroindustri yang berkelanjutan.
Reply | Reply with quote | Quote

Add comment


Security code
Refresh

Kedelai Hitam Malika, Kedelai Berkualitas Asli Indonesia

11 Oktober 2016

Kecap dapat dikatakan sebagai salah satu pelengkap makanan yang kerap digunakan masyarakat Indonesia. Karena itu,...

Swasembada Kedelai, Indonesia Butuh 2 Tahun Lagi

11 Oktober 2016

Kementerian Pertanian menargetkan Indonesia bisa swasembada kedelai pada 2018 dengan penyaluran bantuan benih dan sarana...

Pamor Kedelai Edamame Indonesia Turun

11 Oktober 2016

Meski pun tidak begitu populer untuk dikonsumsi di dalam negeri, namun budidaya edamame cukup marak...

Mengapa pilih tempe untuk bisnis kuliner di London?

11 Oktober 2016

Seorang pemilik warung tempe di London mengatakan ia sangat suka tempe dan belajar di banyak...

Keseharian "bule penjual tempe" di London

11 Oktober 2016

Seorang warga Inggris yang memiliki warung tempe di London bercerita tentang kegiatannya dalam satu minggu...

Kunjungan Web

Hari ini321
Kemarin450
Minggu ini771
Bulan ini1340
Total207137

Nampak
  • IP Anda: 18.119.120.229

May 2025
S M T W T F S
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31
Copyright © 2025 Pekakekal (Pengembangan Kajian Kedelai lokal) All Rights Reserved.
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada