Saat ini, petani yang menggeluti usaha kedelai relatif bagus dan tumbuh di sejumlah kecamatan.
"Bahkan, mereka petani sudah mampu memasok ketersedian pasar lokal, meskipun jumlah produksi belum maksimal. Kemungkinan kedepan diharapkan ketersedian kedelai terpenuhi dan tidak mengimpor dari Amerika Serikat," ujarnya.
Program pengembangan tanaman palawija tersebut sebelumnya sudah dilakukan kepada petani melalui kegiatan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT) kedelai.
"Dengan SLPTT ini diharapkan bahan baku makanan tempe dan tahu itu bisa terpenuhi kebutuhan pasar lokal," ujarnya.
Irwan menjelaskan, bantuan pengembangan tanaman kedelai itu merupakan bantuan dari APBN untuk mendukung swasembada pangan. Pengembangan tanaman ini ditargetkan produksi sebanyak 2.100 ton.
Untuk mencapai target sebesar itu,tentu petani harus dapat meningkatkan produktivitas rata-rata nasional sekitar 2,4 ton/hektare.
"Kami terus menggenjot produksi kedelai agar mencapai 2,4 ton/ hektare sehingga bisa memenuhi kebutuhan pasar lokal," katanya.
Ia menyebutkan, pengembangan tanaman kedelai tahun ini tersebar di 17 kecamatan diantaranya Kecamatan Leuwidamar, Panggarangan, Cimarga, Cilograng, Cibeber dan Bayah dengan melibatkan puluhan kelompok tani.
Saat ini, lanjut dia, petani perlu mendapat perhatian dan pembinaan serius dari Dinas Pertanian setempat untuk mengubah budaya tanam tersebut.
Sebab, jika setahun terus-menerus ditanami padi sawah dipastikan mudah terserang berbagai penyakit hama.
"Kalau bisa petani setelah panen padi diganti dengan pola tanam kacang kedelai," ujarnya.
Sanuri, seorang petani Leuwidamar Kabupaten Lebak, mengaku dirinya selama setahun mengembangkan kacang kedelai cukup berhasil hingga mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
"Saya kira biaya produksi kacang kedelai dengan tanaman padi tidak begitu jauh dan rata-rata sekitar Rp 4-5 juta per hektare," katanya. (Antara)